Keutamaan Berzdikir Untuk Memohon Perlindungan Allah
KEUTAMAAN BERDZIKIR UNTUK MEMOHON PERLINDUNGAN ALLÂH
Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni. MA
عَنْ خَوْلَةَ بِنْتِ حَكِيمٍ السُّلَمِيَّةَ رضي الله عنها قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ نَزَلَ مَنْزِلاً ثُمَّ قَالَ: ((أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ)) لَمْ يَضُرَّهُ شَىْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ … رواه مسلم.
Dari ‘Khaulah bintu Hakim as-Sulamiyyah rahimahullah beliau berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang singgah/menempati suatu tempat lalu dia membaca (dzikir) “ A’ûdzu bikalimâtillâhit tâmmâti min syarri ma khalaqa “ (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allâh yang sempurna dari kejahatan yang ada pada makhluk-Nya), maka tidak ada sesuatupun yang akan mengganggu/membahayakannya sampai dia pergi dari tempat itu”[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang yang mengucapkan dzikir ini ketika singgah/menempati suatu tempat, karena dia akan terjaga – dengan izin Allâh Azza wa Jalla – dari gangguan makhluk yang ada di tempat tersebut sampai dia meninggalkannya.
Imam al-Qurthubi berkata: “Hadits ini adalah berita yang sah dan ucapan yang benar, kita mengetahui kebenarannya berdasarkan argumentasi (hadits ini) dan percobaan (pengalaman). Sungguh sejak mendengar hadits ini aku selalu mempraktekkannya, maka tidak ada sesuatupun yang mencelakakanku, sampai ketika aku meninggalkannya (lupa mengamalkannya). Suatu malam di al-Muhaddabah aku disengat seekor kalajengking, maka aku merenungkan (kejadian yang menimpa) diriku ini, maka aku ingat bahwa aku telah lupa membaca perlindungan dengan kalimat (dzikir) ini” [2].
Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadits ini:
1. Hadits ini termasuk dalil yang menunjukkan bahwa al-isti’adzah (memohon perlindungan) adalah termasuk ibadah besar yang semestinya hanya pantas diserahkan kepada Allâh Azza wa Jalla semata dan tidak boleh ditujukan kepada makhluk apapun, maka memalingkan ibadah ini kepada makhluk adalah termasuk perbuatan syirik besar (menyekutukan Allâh) yang bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam [3].
2. Wajib untuk selalu bersandar dan berserah diri kepada Allâh Azza wa Jalla dalam semua keadaan, dan ini merupakan sebab kecukupan dan penjagaan dari-Nya kepada hamba-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allâh niscaya Allâh akan mencukupkan (segala keperluan)nya” [Ath-Thalâq/65:3].
3. Allâh Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan dzikir-dzikir seperti ini untuk memohon perlindungan kepada-Nya sebagai bantahan kepada orang-orang di masa jahiliyyah yang selalu memohon perlindungan kepada jin-jin penunggu tempat-tempat tertentu yang akan mereka lalui [4].
4. Keutamaan yang disebutkan dalam hadits ini berlaku bagi orang yang mengucapkan dzikir ini dengan memahami kandungan maknanya dan meyakininya [5].
5. Sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Barangsiapa yang singgah/menempati suatu tempat…” artinya umum berlaku bagi orang yang singgah di tempat tersebut sebentar/sementara atau menempatinya untuk seterusnya [6].
6. Demikian pula sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam “…maka tidak ada sesuatupun yang akan mengganggu/ membahayakannya sampai dia pergi dari tempat itu” artinya umum meliputi semua bentuk gangguan yang membahayakan, dari syaithan jin dan manusia (orang-orang yang jahat), juga binatang-binatang buas yang terlihat maupun tidak [7].
7. Adapun makna “kalimat-kalimat Allâh yang sempurna” adalah al-Qur’an sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam al-Harawi dan para ulama lainnya [8].
8. Hadits ini juga merupakan salah satu dalil kuat yang menunjukkan benarnya aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa al-Qur’an adalah firman (perkataan) Allâh Azza wa Jalla dan bukan makhluk, karena berlindungan kepada makhluk tidak diperbolehkan dalam Islam bahkan termasuk perbuatan syirik besar. Firman Allâh Azza wa Jalla adalah termasuk sifat-Nya yang ada pada Dzat-Nya, dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi dan sempurna bukanlah makhluk [9].
9. Lafazh dzikir ini juga disyariatkan untuk dibaca di waktu sore sebanyak tiga kali sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih [10].
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XX/1437H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HSR Muslim (no. 2708).
[2] Dinukil oleh Syaikh ‘Abdur Rahman bin Hasan Alu Syaikh dalam kitab Fathul Majîd (hlm 198).
[3] Lihat kitab Fathul Majîd (hlm 195) dan (hlm 197).
[4] Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi (9/279) dan Fathul Majîd (hlm 197).
[5] Lihat kitab Bahjatun Nâzhirîn (2/219).
[6] Lihat kitab al-Qaulul Mufîd (1/253).
[7] Lihat kitab al-Qaulul Mufîd (1/254).
[8] Lihat kitab Tuhfatul Ahwadzi (9/279).
[9] Lihat kitab Fathul Majîd (hlm 198) dan Bahjatun Nâzhirîn (2/219).
[10] HSR Muslim (no. 2709) dan Ahmad (2/290).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/8452-keutamaan-berzdikir-untuk-memohon-perlindungan-allah.html